Mengapakah Allah menggunakan perkataan 'KAMI' untuk mewakili Diri-Nya?
jawapannya adalah;
Dalam tata bahasa Arab, ada kata ganti pertama singular (ana), dan ada kata ganti pertama plural (nahnu). Ia sama dengan tata bahasa lainnya. Akan tetapi dalam bahasa Arab, kata ganti pertama plural dapat dan sering, difungsikan sebagai singular. Dalam gramer (nahu atau saraf) Arab hal ini disebut “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i”, kata ganti pertama yang mengagungkan dirinya sendiri. Ini kerana dhamir ‘NAHNU’ ialah dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami tetapi dalam ilmu NAHU, maknanya tak cuma kami, tapi aku, saya dan lainnya.
Permasalahannya terjadi setelah al-Quran yang berbahasa Arab, dengan kekhususan gramer atau nahunya diterjemahkan ke dalam bahasa lain termasuk Indonesia, yang tak mengenal “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i” tersebut. Akan tetapi, setelah mengetahui perbedaan gramer ini, masalah kejanggalan ini segera dapat dimengerti dan dimaklumi.
Bagaimana mungkin aqidah Islam yang sangat logis dan kuat itu mau ditumbangkan cuma dengan bekal logika bahasa yang setengah-setengah. Ertinya jika memang “KAMI” dalam Qur’an diartikan sebagai lebih dari satu, lalu mengapa orang arab yg jauh lagi faham akan bahasa arab tidak menyembah lebih dari satu ALLAH? Seharusnya merekalah terlebih dahulu meninggalkan Islam dan al-Quran. Namun ini tidak berlaku kerana mereka memang mengetahui istilah KAMI ini adalah hanya perbezaan “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i” ini. Ya memang al-Quran itu bahasa mereka sendiri.
Selain kata ‘Nahnu”, ada juga kata ‘antum’ yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna `antum` adalah kalian (jamak). Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan ‘antum’, maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan ‘anta’.
Kata 'Nahnu' tidak selalu bermakna banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah. Contoh: Dalam bahasa kita ada juga penggunaan kata “Kami” tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang Kepala Sekolah dalam pidato sambutan berkata,”Kami sebagai kepala sekolah berpesan" padahal Kepala Sekolah hanya dia sendiri dan tidak banyak, tapi dia bilang “Kami”. Lalu apakah kalimat itu bermakna bahwa Kepala Sekolah sebenarnya ada banyak, atau hanya satu?
Kata “kami” dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa diserap atau dihayati oleh orang asing yang tidak mengerti rasa bahasa. Atau mungkin juga karena di barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.
Maka kesimpulannya;
Penggunaan perkataan 'KAMI' yang merujuk kepada ALLAH di dalam al-Quran berkaitan dengan seni tatabahasa Bahasa Arab itu sendiri. Ia bukanlah bermaksud jamak atau ramai. 'KAMI' itu tetap merujuk kepada ALLAH yang Satu.
Inilah hikmah al-Quran diturunkan dalam Bahasa Arab. Nabi Muhammad SAW adalah orang arab, dan masyarakat di sekeliling baginda adalah orang arab, mereka sangat arif dengan bahasa mereka, dan mereka faham apa yang diturunkan dalam bahasa mereka. Masalah berkaitan perkataan KAMI ini tidak timbul ketika itu, kerana mereka faham bahasa mereka, bahawa KAMI yang dimaksudkan bukanlah bermaksud jamak, tetapi membawa erti satu penghormatan dan keagungan, dan ia tetap merujuk kepada Yang Satu.
wallahu a'lam, semoga bermanfaat. isi diperoleh dari sini.